PERKEMBANGAN ILMU RADIOLOGI:
Diagnostik (Imejing); Terapi (Onkologi Radiasi) ; Kedokteran Nuklir*
Susworo¹
Penemuan sinar X oleh Prof. Willem Conrad Roentgen pada penghujung
tahun 1895 telah membuka cakrawala kedokteran dan dianggap sebagai salah
satu tonggaksejarah yang paling penting untuk saat itu. Berbasis dengan
penemuan ini segera saja ilmu radiologi berkembang pesat ke seluruh
dunia.
Berbagai pemeriksaan dengan menggunakan sinar pengion ini telah
berhasil menguak berbagai jenis penyakit yang saat itu dianggap masih
merupakan misteri. Perkembangan selanjutnya membuktikan
bahwa sinar X ini bukan hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit
(disebut radiodiagnostik, yang kemudian menjadi diagnosis imejing)
tetapi juga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker
(radioterapi, onkologi radiasi).
Dengan perkembangan teknologi maka saat ini diagnosis imejing
mencakup pemeriksaan dengan sinar X konvensional seperti pemeriksaan
paru (toraks), tulang, ginjal dan saluran kemih, saluran cerna dan
sebagainya; kemudian pemeriksaan intervensional untuk mendeteksi
kelainan organ melalui penilaian pembuluh darah yang dimasuki bahan
kontras seperti angiografi otak, hati, jantung dan sebagainya, serta
mielografi untuk menilai keadaan sumsum tulang belakang (medula
spinalis).
Memasuki era komputer maka pemeriksaan tadi, terutama yang sifatnya
invasif, segera saja dilengkapi oleh pemeriksaan non-invasif seperti CT
scan (Computerized Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging). Ini bukan berarti kedua metode pemeriksaan terakhir ini
mengambil alih pemeriksaan pemeriksaan radiografi konvensional lainnya.
Tercatat pula perkembangan di bidang radiologi ini penggunaan
instrumen bukan pengion seperti ultrasonografi yang menggunakan
gelombang suara, MRI yang menggunakan enersi magnet.
PET scan merupakan pemeriksaan pencitraan (imejing) menggunakan
radionuklida (radioisotop) yang diberikan kepada pasien. Radionuklida
ini akan diakumulasi pada jaringan tubuh yang tidak normal. Adanya
akumulasi radionuklida ini akan mengakibatkan peningkatan kenaikan
aktifitas radiasi yang dapat ditangkap dengan alat monitor. Kenaikan
aktifitas radionuklida ini berkaitan dengan perbedaan aktifitas
metabolisme dibandingkan dengan jaringan normal sekitarnya. Dalam
keadaan normal radionuklida ini akan tersebar merata pada seluruh
jaringan. Kelainan fungsional
ini menjadi lebih bermanfaat manakala dapat dilakukan penggabungan
dengan CT scan, sehingga dapat diketahui lokasi anatomis, yang disebut
sebagai PET-CT scan.
Kelainan tersering yang dicoba untuk dideteksi adalah adanya tumor
ganas di dalam otak atau jaringan lain yang sulit untuk dideteksi dengan
metode lain.
Kegunaannya selain untuk membantu diagnosis juga untuk mengikuti
perkembangan tumor tersebut pada saat memperoleh terapi misalnya
radioterapi ataupun khemoterapi.
Imejing Diagnostik
1. Pemeriksaan konvensional
• Tanpa kontras: Paru paru, tulang dan sendi, jaringan lunak
• Dengan kontras: saluran kemih, saluran cerna, saluran lain seperti
sialografi, duktulografi payudara, fistulografi, histerosalfingografi
2. Pemeriksaan intervensional
• Arteriografi, pemeriksaan pembuluh darah otak, hati, koroner jantung,
pembuluh balik (varises kaki). Pemeriksaan ini dapat diikuti dengan
tindakan terapi seperti pemasangan stent untuk mengatasi stenosis
pembuluh darah kecil. Juga dapat digunakan sebagai sarana pemberian
khemoterapi atau materi radioaktif ke dalam lesi ganas dalam hati.
• Mielografi, pemeriksaan sumsum tulang belakang (mielografi), limfografi pemeriksaan saluran limfatik,
3. Pemeriksaan non-invasif (sebagai alternatif atau pelengkap tindakan intervensi)
• Computerized Tomography Scanning (CT Scan)
• MRI (Magnetic Resonance Imaging) ô€ƒ† bukan sinar pengion
• USG (ultrasonografi) ô€ƒ† bukan sinar pengion
4. Pemeriksaan dengan radionukleida (kedokteran nuklir)
• Bone scanning (pemindaian tulang), ginjal, tiroid (kelenjar gondok)
• PET Scan (Positron Emission Tomography) PET scan merupakan pemeriksaan
pencitraan (imejing) menggunakan radionuklida (radioisotop) yang
diberikan kepada pasien. Radionuklida ini akan diakumulasi pada jaringan
tubuh yang tidak normal. Adanya akumulasi radionuklida ini akan
mengakibatkan peningkatan kenaikan aktifitas radiasi yang dapat
ditangkap dengan alat monitor.
Kenaikan aktifitas radionuklida ini berkaitan dengan perbedaan
aktifitas metabolism dibandingkan dengan jaringan normal sekitarnya.
Dalam keadaan normal radionuklida ini akan tersebar merata pada seluruh
jaringan. Kelainan fungsional ini menjadi lebih bermanfaat manakala
dapat dilakukan
penggabungan dengan CT scan, sehingga dapat diketahui lokasi anatomis,
yang disebut sebagai PET-CT scan. Kelainan tersering yang dicoba untuk
dideteksi adalah adanya tumor ganas di dalam otak atau jaringan lain
yang sulit untuk dideteksi dengan metode lain.
Kegunaannya selain untuk membantu diagnosis juga untuk mengikuti
perkembangan tumor tersebut pada saat memperoleh terapi misalnya
radioterapi ataupun khemoterapi.
• SPECT Scan (Single Photon Emision Computed Tomography) mempunyai
tujuan pemeriksaan yang sama dengan menggunakan sarana dan radionuklida
yang berbeda
Radioterapi
• Onkologi Radiasi: Pengobatan tumor ganas menggunakan sinar pengion.
• Sinar pengion yang digunakan di dunia medis dapat berupa isotop: sinar
gamma yang diperoleh dari unsur radium, kobalt, sesium, iridium atau
sinar yang dibangkitkan seperti sinar X, elektron, atau berupa partikel
proton, neutron. Belakangan di negara maju digunakan heavy ions karbon.
• Pada awalnya, tidak lama setelah penemuan sinar X, diketahui bahwa
sinar tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan manusia.
Karena itu mulailah dilakukan pengobatan kanker dengan sinar X tanpa
dasar pengetahuan patologi onkologi serta radiobiologi. Pada sebagian
besar pasien terjadi kematian jaringan kanker, namun tidak lama kemudian
timbul anak sebar di kelenjar getah bening regional atau bahkan di
tempat jauh. Selain itu jaringan sehat juga mengalami kerusakan yang
cukup hebat sehingga tidak jarang mengakibatkan
kematian pasien. Juga saat itu belum diketahui jenis kanker apa saja
yang dapat diatasi dengan pengobatan sinar dan mana yang tidak dapat.
Demikian pula tidak diketahui dosis radiasi yang diberikan, namun
sebagian besar memberikan dalam jangka waktu yang panjang sekali
pemberian. Dengan lebih banyaknya kerugian yang didapat
dibandingkan dengan keuntungan nya maka secara pelahan radioterapi mulai
ditinggalkan oleh para dokter. Namun demikian penelitian terus
berlangsung sampai akhirnya diketahui berbagai macam fakta yang
merupakan dasar dasar pengobatan radiasi sampai saat ini.
• Dimulai dengan pengetahuan mengenai adanya perbedaan kepekaan
antara jaringan yang berbeda berdasarkan jenis dan asal jaringan kanker,
jenis diferensiasi tumor serta kadar oksigen dalam jaringan. Demikian
pula diketahui bahwa pemberian radiasi harus dilakukan dengan metode
fraksinasi, yakni dosis yang diberikan sebanyak 180 – 200 rad (sekarang
menjadi cGy) perkali pemberian yang rata rata diberikan sebanyak 5 kali
dalam seminggu dengan jumlah total 25 sampai 30 kali. Ini merupakan
dasar pemberian radiasi konvensional. Pada perkembangan selanjutnya
metode pemberian ini dapat dimodifikasi menjadi 10 kali per minggu
dengan dosis perkali lebih rendah atau tetap. Modifikasi ini disebut
sebagai hiperfraksinasi. Perubahan ini dilakukan setelah diketahui bahwa
sel (sehat maupun kanker) mempunyai daur normal yang terbagi atas fase
fase G1,2,M dan S. Diketahui bahwa sel akan menjadi sensitive terhadap
radiasi pada fase M.
• Perkembangan metode radiasi banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi, baik dari segi mekanik, elektronik dan terutama komputer.
Radiasi eksterna yang tadinya diberikan dengan lapangan sederhana
seperti 1 atau 2 lapangan saat ini dimungkinkan untuk diberikan lapangan
multipel tanpa atau dengan alat bantu, dalam keadaan statis atau
dinamis. Semua ini bertujuan untuk memperoleh hasil pengobatan yang
optimal berupa penghancuran jaringan kanker semaksimal mungkin dan
kerusakan jaringan sehat seminimal mungkin. Dengan demikian akan
diperoleh kesintasan hidup jangka panjang dengan mempertahankan fungsi
organ normal. Pasien akan hidup dengan kwalitas hidup yang tinggi.
• Untuk memperoleh hasil ini semua maka pengobatan radiasi seringkali
dikombinasikan antara radiasi eksterna dengan brakhiterapi. Pemberian
brakhiterapi metode afterloading dengan sumber isotop laju dosis tinggi
merupakan perkembangan terkini, yang sekalipun telah dilakukan sejak 25
tahun lalu, yang masih banyak memberi manfaat pada berbagai jenis
kanker. Brakhiterapi dapat dilakukan dengan metode intrakaviter,
intraluminal ataupun dengan cara mengimplantasikan jarum jarum
radioaktif ke dalam jaringan tumor dan jaringan sehat sekitarnya.
Dengan berkembangnya metode radiasi IMRT (Intensity Modulated Radio
Therapy) dapat menggantikan brakhiterapi pada beberapa jenis keganasan.
dan pemberian brakhiterapi menjadi dianggap terlalu invasif.
Perkembangan ini juga membuahkan metode radiasi yang terarah pada
satu titik (pin point) seperti kelainan pada jaringan otak seperti tumor
primer otak, metastasis atau kelainan non maligna seperti arterio
venous malformation (AVM) dengan menggunakan radiasi stereotaktik.
Dengan radiasi stereotaktik akan diperoleh daerah radiasi yang terbatas
hanya pada kelainan dan tidak pada jaringan otak yang sehat. Alat yang
dikenal untuk melakukan ini dikenal sebagai Gamma Knife (apabila
digunakan sumber kobalt) atau X-knife bila digunakan sinar X.
• Sebelum melakukan radiasi definitif pada pasien maka seluruh data
data, baik jenis sinar yang digunakan, daerah target penyinaran serta
anatomi potongan lintang dengan CT scan, daerah organ kritis yang
sepatutnya dihindari dimasukkan ke dalam computerized treatment planning
system (TPS). Keluarannya berupa arah sinar yang dianjurkan dengan
jumlah lapangan radiasi, dosis persentasi serta dosis pada beberapa
lokasi seperti tumor primer serta organ kritis.
• Salah satu keluaran dari TPS digunakan untuk aplikasi pada daerah
yang akan diradiasi dengan menggunakan simulator. Simulator merupakan
sarana dengan menggunakan sinar-X yang bertujuan menetapkan daerah
radiasi baik pada tumor primer dan dapat pula pada kelenjar getah bening
setempat. Simulator ini menjadi lebih kompleks, manakala
digunakansecara on line dengan pesawat CT scan. Dengan CT simulator ini
maka akan diperolh bukan hanya data data yang diperlukan untuk
menetapkan daerah radiasi sederhana tetapi juga mampu untuk memberikan
distribusi dosis secara merata pada berbagai bentuk tumor yang ireguler.
• Perkembangan pengetahuan mengenai khemoterapi serta antibody
monoklonal sebagai kombinasi radiasi, baik sebagai neo ajuvan,
konkomitan serta ajuvan telah memberikan tempat tersendiri bagi
pengobatan penyakit kanker secara terintegrasi. Pemberian khemoterapi
digunakan antara lain untuk memperkecil tumor sedemikian rupa sehingga
lapangan radiasi menjadi lebih kecil yang memberi keuntungan rendahnya
efek samping lokal akibat radiasi. Apabila khemoterapi ini diberikan
bersamaan maka diharapkan terjadi efek sinergi dari metode radiasi dan
khemoterapi yang mengakibatkan tumor menjadi lebih peka terhadap radiasi
ketimbang apabila radiasi diberikan secara mandiri. Khemoterapi ini
juga memberikan keuntungan karena kemampuannya mencegah terjadinya
metastasis jauh, karena radiasi sifatnya hanya membunuh jaringan kanker
yang tercakup dalam lapangan radiasi.
*Dipresentasikan pada Seminar Internasional Persatuan Ahli Radiografi Indonesia, Denpasar-Bali 18 – 20 Mei 2007.
¹Dept. Radioterapi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo / Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
sumber: https://radiologitop.wordpress.com/2013/12/28/perkembangan-ilmu-radiologi-diagnostik-terapi-kedokteran-nuklir/